By: Andieta Octaria
Aku terperanjat. Mataku terpaku pada sosok yang duduk di tepi tempat tidur orang tuaku. Mahkluk itu duduk membelakangiku. Rambutnya yang panjangnya yang kusut dan tipis tergerai hingga menyentuh lantai. Tubuhnya kurus bukan main, aku bisa melihat tulang rusuk menonjol dari belakang tubuhnya. Kakinya yang kurus panjang menggantung lemas, dihiasi oleh kuku-kuku hitam keras yang tajam seperti cakar.
Namun bukan itu yang membuatnya tampak mengerikan. Ia duduk diatas genangan cairan merah kental. Ada serpihan-serpihan yang terserak di sekitarnya. Entah apa. Aku mati-matian menahan diriku sendiri untuk menatap pemandangan di sekitarnya. Mulutnya tak berhenti mengunyah hingga tubuhnya bergetar. Tubuhku lemas, jantungku berdetak kencang hingga tak sanggup untuk berteriak. Aku tak bisa menghentikan degupan jantungku yang semakin cepat.
Hingga tiba-tiba aku terbangun. Aku terkejut. Tubuhku lemas luar biasa. Aku bahkan masih bisa merasakan degupan jantungkku yang menggila. Mungkinkah tadi hanya mimpi? Namun semuanya terasa begitu nyata! Aku bahkan seakan masih bisa mendengar suara kunyahan itu dengan jelas. Aku terlalu takut untuk bangun dari tempat tidur hingga ibu akhirnya masuk kedalam kamar membangunkanku.
Sepanjang jalan, aku mencoba melupakan mimpi buruk itu. Hanya mimpi. Kau bukan gadis penakut. Aku mengulang-ulang kata tersebut berkali-kali dalam hati. Di sekolah, aku tak mengobrol dengan Harumi sepanjang hari. Mimpi tersebut masih terasa sangat nyata, bahkan berjam-jam setelahnya. Lagipula, Harumi terlalu sibuk dikelilingi anak-anak kelas kami. Nilai ulangan kami sudah di bagikan dan ternyata Harumi mendapat nilai tertinggi.
Mustahil mendapat nilai sempurna di pelajaran sesusah itu. Mungkin Harumi sedang beruntung. Kini, ia sibuk mengajari anak-anak dengan nilai jelek yang meminta bantuannya untuk mengikuti ujian ulang. Sayangnya, aku adalah salah satu anak dengan nilai paling jelek. Namun aku sedang tak ingin berada di dekat Harumi. Aku tak ingin ia tahu bahwa semalam aku mimpi buruk hingga ketakutan setengah mati. Maka aku memutuskan untuk belajar sendirian. Aku belajar hingga larut malam. Aku tak ingin tidur terlalu lama.
Meskipun aku bermimpi buruk semalam, aku tidak percaya bila hal tersebut ada hubungannya dengan dream catcher yang aku beli. Hal-hal seperti itu pasti hanya sugesti. Aku benar-benar ingin menunjukkan pada Harumi bahwa selama ini ia memercayai hal yang tidak nyata. Mataku terasa berat. Aku memutuskan menyelesaikan belajar, lalu tidur.
Suara dering weker diatas meja membangunkanku. Gawat! Aku selalu bangun sebelum weker berbunyi. Tidur terlalu larut membuatku sulit untuk bangun. Aku ingat hari ini Ibu berangkat lebih pagi bersama Haruka ke acara pertemuan orang tua murid. Pantas saja tidak ada yang membangunkanku.
Aku setengah berlari ke kamar mandi. Lalu, sebelum berangkat sekolah, aku mengambil sarapan di dapur. Namun langkahku terhenti seketika.
Makhluk itu! Makhluk itu berdiri di depan kulkas. Ia berdiri dengan sedikit bungkuk. Tingginya hampir mencapai langit-langit rumah. Suara kunyahan itu lebih keras dari sebelumnya. Rambut tipisnya lengket oleh cairan merah darah. Aku bisa mendengarnya makan dengan rakus. Terdengar suara KRUK, KRUK, KRUK keras setiap kali ia mengunyah. Bau amis menguar di udara. Aroma yang membuat perutku bergejolak dan ingin muntah. Bau ini, bukan hanya bau darah. Ada sesuatu yang lain di antara bau amis dari yang seperti besi. Ada aroma pahit yang menyengat dan aroma sesuatu yang basi. Aroma kehidupan yang menguap.
Lututku lemas seketika. Jantungku berdebar hebat. Aku bahkan bisa mendengar suara degupan jantungku di antara suara kunyahan makhluk itu. Tiba-tiba, suara kunyahan berhenti. Makhluk itu tertawa. Tinggi dan menusuk. Bulu kudukku meremang.
KIK KIK KIK
Aku berjalan mundur perlahan, berusaha membuat sesedikit mungkin suara yang bisa membuatnya melihatku.
KIK KIK KIK
Tiba-tiba, makhluk itu menoleh.
TO BE CONTINUED
Tidak ada komentar:
Posting Komentar