Senin, 31 Maret 2014

Our last day of sighteseeing

Konichiwa! 
Today we saw sakura (cherry blossoms). Everyone in Japan loves cherry blossom season, and we agree - they are such beautiful flowers.They only bloom for a very short time. We were worried that they would not be open before we had to leave. We were so lucky that they bloomed just in time for us to see them!  
In Japan, the school year begins in April, so often the first day of school takes place under the blooming cherry blossoms. Imagine walking to school under these wonderful flowers!   
 We went to the park to enjoy hanami, or flower viewing. It is a custom to have a party under the beautiful cherry blossoms. People have been enjoying hanami parties for more than a thousand years.   
 
 It is very lovely to see the cherry blossoms next to a river. This park only has a few trees, but some big parks have hundreds of cherry trees. However, we think that even one tree by itself is beautiful.   
 Also in the park are these cute statues � they are tanuki. Tanuki are forest animals. It is very rare to see one in the wild because they are so shy. But these guys were really friendly and let us play with them.   After we watched the flowers for awhile, we went shopping. It is traditional in Japan to buy O-miyage for your friends and family when you go on a trip. O-miyage is Japanese for souvenir.   
What shall we bring back for Johannes? I wish we could bring him some Japanese sake. These bottles are much bigger than us, though. They would be too heavy to carry.   
 We could bring him an Awa Dancer� Tokushima has a big festival every summer. It is very famous in Japan. Here is a picture of one of the dancers. It looks very complicated!   
These two lovely ladies made out of bamboo taught us the Awa dance. What do you think? Are we ready to perform this August?   
We met two backpackers wandering Tokushima like we are! But, they are only backpacking on the island of Shikoku. There is a Buddhist pilgrimage route on the island, and it starts in Tokushima. People can hike to 88 temples, following in the footsteps of a monk named Kobo Daishi. It is very common to see backpackers here! If we stay here another two months, we could hike the route, too! But, it is time for us to leave Tokuhsima. Tomorrow we pack up our backpacks and head back to Germany.  
Looking at cherry blossoms was a great way to spend our last day in Tokushima!  

See you soon! 
Hans and Paul

Sabtu, 29 Maret 2014

PANDORA PART 05

 

Di keluarga tertentu di Jepang, seorang ibu akan meneruskan tiga tradisi kepada putri mereka. Biarkan kujelaskan mengenai tradisi-tradisi itu.

Pertama, anak perempuan adalah milik ibu mereka dan akan diperlakukan seperti itu. Jika seorang wanita melahirkan dua atau tiga anak perempuan, ia akan memilih salah satunya untuk menjadi �miliknya�. Putri yang terpilih ini akan diberikan dua nama, salah satunya adalah nama aslinya. Nama asli itu tak diketahui oleh siapapun, kecuali ibunya.

Nama tersebut juga akan memiliki cara pengucapan yang berbeda dengan huruf kanjinya, sehingga bila orang lain menemukannya dan membacanya, orang tersebut takkan tahu cara mengucapkan nama aslinya. Bahkan jika ibu itu sedang sedang berdua saja dengan putrinya, nama itu tetap takkan digunakan.

Nama itu digunakan untuk memperat ikatan antara ibu dan putrinya dan membuktikan bahwa anak tersebut adalah �milik� ibunya.

Sebagai tambahan, pada hari ibu itu memberi nama anak perempuannya, ia harus mempersiapkan sebuah meja rias. Putrinya tersebut tak diizinkan melihat meja rias tersebut kecuali pada hari ulang tahunnya yang ke-10, ke-13, dan ke-16.

Kedua, untuk meningkatkan nilai �barang miliknya� tersebut, ibu tersebut akan memaksakan �didikan� tersendiri kepada anaknya tersebut sejak usia dini (anak perempuan lain yang tak dipilihnya akan dididik secara biasa). Contohnya, ibu tersebut akan memaksa putrinya untuk:

  • Menyayat wajah kucing atau anjing
  • Menyimpan patung tanpa kepala sebagai �peliharaannya� (bahkan keluarga dan orang-orang lain yang ada di sekitar anak perempuan tersebut akan berpura-pura seolah patung tanpa kepala itu hidup untuk mengelabui gadis itu agar percaya bahwa mainannya benar-benar hidup).
  • Memisahkan bagian-bagian tubuh laba-laba dan kemudian menyatukannya kembali seusai bentuk semula.
  • Memakan kotorannya sendiri dan meminum air kencing (baik miliknya sendiri maupun milik orang lain)

Ini hanya sebagian kecil sebab aku tak sanggup untuk menulis keseluruhannya. Percaya saja kepadaku bahwa mendengar cerita selengkapnya akan membuat perutmu mual.

Namun ini belumlah seberapa. �Didikan-didikan� ini akan berjalan hingga anak itu berumur 13 tahun. Kemudian ibu tersebut akan melakukan tiga ritual upacara. Inilah tradisi yang ketiga.

Upacara pertama dilakukan saat anak itu berumur 10 tahun. Sang ibu akan mendudukkan anaknya di depan sebuah meja rias dan memerintahkan anaknya memberikan kukunya sebagai persembahan.

Inilah pertama kalinya anak tersebut menyadari keberadaan meja rias tersebut.

Dan tentu saja, persembahan itu dilakukan dengan cara mencabut kuku itu secara keseluruhan.

Anak tersebut akan mencabut kukunya sendiri dan memberikannya kepada ibunya. Ibunya kemudian akan menaruh kuku tersebut di dalam sebuah kertas bertuliskan nama rahasia putrinya di laci teratas meja rias tersebut.

Setelah itu, sang ibu akan duduk seharian di depan meja rias itu untuk mengakhiri upacara tersebut.

Upacara kedua dilakukan saat sang anak perempuan berumur 13 tahun. Seperti upacara pertama, anak tersebut harus memberikan persembahan. Kali ini yang harus ia persembahkan adalah giginya.

Ia harus mencabut giginya sendiri dan kemudian ibunya akan menaruhnya ke dalam laci kedua berserta kertas bertuliskan nama rahasia sang anak. Sekali lagi, sang ibu akan mengakhiri upacara dengan duduk di depan meja rias tersebut hingga hari berakhir.

Tiga tahun kemudian, ketika anak itu berumur 16 tahun, upacara terakhir pun dilakukan.

Dalam upacara terakhir, sang ibu akan memakan rambut anaknya sendiri di depan meja rias. Harus dipastikan bahwa sang ibu harus mencerna rambut itu agar menjadi satu dengan dirinya.

Rambut anak perempuannya itu harus dicukur sampai habis dan ibunya akan menatap ke dalam cermin di meja rias, memakannya seolah-olah ia dalam keadaan kesurupan. Apa yang anak perempuannya hanya bisa lakukan hanyalah menatapnya.

Akhirnya saat ibu tersebut selesai memakan rambut, pada saat itu ia akan mengatakan nama asli anak gadisnya itu.

Saat itu akan menjadi pertama sekaligus terakhir kalinya ia mendengar namanya yang sesungguhnya.

Namun kenyataan yang menunggu setelah upacara itu selesai sangatlah mengerikan. Mulai hari itu, sang ibu bukanlah manusia lagi, melainkan sebuah �cangkang� kosong. Ia akan terus mengunyah rambut anaknya siang dan malam, seolah-olah jiwa dan kesadarannya tak ada lagi. Ia harus dibawa ke suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang tahu. Ia juga harus hidup dalam isolasi seumur hidupnya, tak boleh bertemu dan berhubungan dengan siapapun. Semua upacara ini bertujuan menyiapkan ibu tersebut ke tempatnya, yakni �surga� dalam keadaan murni dan suci.

Bagaimana dengan anak perempuannya? Ia akan dibawa untuk diasuh oleh bibinya. Oleh sebab itu, keluarga pada zaman itu memilih untuk memiliki lebih dari satu anak perempuan. Ia akan diasuh oleh bibinya itu sementara ibunya dipercaya �menghilang ke surga�.

Sang anak kemudian akan tumbuh dewasa, menemukan lelaki yang cocok dengan dirinya, menikah, dan memiliki anak. Kemudian siklus ini akan diulang terhadap putrinya sendiri.

Hanya itu yang berhasil kuperoleh tentang keluarga-keluarga ini. Ada banyak detail sebenarnya, namun terlalu panjang jika kujelaskan di sini. Aku tahu banyak yang tak mengerti, akupun juga. Namun ini adalah kunci untuk memahami apa yang berada di dalam rumah itu dan apa yang terjadi pada Saori.

 

TO BE CONTINUED

Rabu, 26 Maret 2014

We take a Walk through Tokushima

Hello! 
We are having a good time in Japan. Tokshushima is a nice place to take a walk.
The other day, we walked around and found these wonderful old buildings � a castle and a pagoda.
They look like they were built just for us! I wonder if we could live here? 
 We saw a small shrine on our walk. The white paper and rope at the top means it is a Shinto shrine. The paper and rope are used to show people that it is a holy place. Shinto is the traditional religion of Japan. There are many small shrines like this one along the roads or in the mountains. People often stop to pray for protection from harm or to give thanks. We stopped here because we are thankful for our visit to Japan.
Then we walked along the river. The boats move pretty fast. It is a big river and very pretty. The trees are not blooming yet, but the weather forecaster said the cherry blossoms should bloom next week.
 Who's climbing up that building? Is it King Kong? I thought he was in New York! What is he doing in Tokushima? Let's go before he gets angry!
We were pretty tired after our walk, so we came home to help Heather write some postcards. Which ones should we choose? Japan? Anime? Television Shows?
 
We want to write a letter using the paper we made last weekend.
We are glad she didn't have too many postcards to write ... it was a busy day, so we should go to bed soon. Good night, everyone. Or, in Japanese, "O-yasuminasai!"
Hans and Paul

Selasa, 25 Maret 2014

BALI: JALAN-JALAN KESASAR


Menginjakkan kaki di Denpasar ini sering membawa saya tersenyum atau ketawa sendiri. Bukan karena ada pemandangan lucu di hadapan saya, namun teringat percakapan saya dengan seorang teman dari Eropa tentang pulau Dewata ini beberapa tahun lalu.



Saat itu dia bilang ingin berkunjung ke Bali dan ingin mencari tempat yang less touristy atau bukan tempat wisata terkenal gitu deh. Saat itu saya

Sabtu, 22 Maret 2014

PANDORA PART 04

 

Haruka masih terisak dan aku serta yang lainnya juga tak tahu harus berbuat apa. Sekujur tubuh kami dibasahi keringat dingin karena ketakutan. Di lorong pintu masuk rumahku, Saori masih berdiri dengan tatapan kosong sambil mengunyah rambutnya.

�Ibu! Ibu!� panggilku. Ibuku keluar dan dengan mata membelalak menatap Saori. Aku mencoba menjelaskan kepadanya, namun dengan segera ia menampar wajahku dan ketiga anak lainnya. Ia menjerit ke arah kami semua.

�Kalian pergi ke sana kan? Kalian pergi ke rumah terlarang itu!�

Yang dapat kami lakukan hanya mengangguk. Kami tak mampu mengatakan apapun untuk membela diri kami.

�Masuk ke dalam, kalian semua! Aku akan memanggil orang tua kalian!� ibuku kemudian membawa Saori ke atas.

Aku melakukan perintah ibuku dan diam di ruang tamu. Aku bahkan tak bisa berpikir apa-apa lagi. kami hanya duduk di sana selama sejam hingga akhirnya semua orang tua kami datang.

Ketika orang tua kami datang, ibuku segera turun dari lantai atas.

�Mereka pergi ke rumah itu!� pekiknya.

Para orang tua tampak marah dan kecewa hingga berteriak kepada kami.

�Apa?! Apa yang kalian lihat di sana?�

Kami semua terkejut dengan semua bentakan itu dan tak mampu menjawabnya. Namun, Atsushi dan Kazuchika berhasil menjelaskannya kepada mereka.

�Kami melihat sebuah meja rias dan rambut yang aneh... aku juga memecahkan kaca depan...�

�Lalu....apa lagi yang kalian lihat?�

�Selain itu...kami meihat beberapa kertas dengan dua huruf tertulis di atasnya ...�

Kamar itu menjadi sunyi seketika, namun pada saat yang sama terdengar jeritan dari lantai atas.

Ibuku langsung berlari ke atas dan kemudian turun kembali. Ia memegang pundak ibu Saori. Pipinya basah dengan air mata.

�Saori...apa dia melihat ke dalam laci?� ibu Saori datang mendekati kami penuh rasa cemas.

�Apa kalian membuka laci ketiga dan melihat isinya?� ia mengulang pertanyaannya.

�Laci ketiga di meja rias di lantai atas. Apa kalian melihat ke dalamnya?� orang-orang tua lain mulai bertanya.

�Laci pertama dan kedua kami melihat isinya....tapi yang ketiga, hanya Saori yang melihat...�

Setelah aku mengatakannya, ibu Saori mencengkeram tanganku dan menjerit, �Kenapa kalian tak menghentikannya? Dia teman kalian! Mengapa kalian tak menghentikannya? Mengapa?�

Ayah Saori dan orang-orang tua lainnya berusaha menenangkannya.

�Tenanglah!�

�Kumohon, sayang! Tenangkan dirimu!�

Mereka berhasil menariknya, namun ia masih tampak histeris. Para orang tua mulai menenangkan diri mereka dan mulai bercerita.

�Tak ada yang pernah tinggal di rumah yang kalian datangi itu. Rumah itu dibangun khusus untuk meja rias dan rambut itu. Semacam kuil. Bangunan itu sudah ada sejak kami kecil.�

�Rambut itu rambut manusia asli,� ayah Kazuchika berkata, �Kalian melihat kertas yang ada di dalam laci itu kan? Apakah ini yang tertulis di sana?�

Ia mengambil sebuah kertas dan menuliskan sesuatu di sana.

�Ya benar! Tulisan itu yang kami lihat.�

Ayah Kazuchika lalu segera meremas-remas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Ia melanjutkan ceritanya.

�Kata itu sebenarnya adalah sebuah nama; nama dari perempuan yang rambutnya kalian lihat di sana. Nama itu memang tak biasa...� ia berhenti beberapa saat sebelum kembali bercerita, �Semua yang perlu kalian tahu adalah: kalian tak boleh, dengan alasan apapun, membicarakan tentang rumah itu lagi! Kalian tidak boleh berada dekat-dekat dengan rumah itu! Mengerti!�

Wajah ayah Kazuchika tampak serius saat itu dan kamipun mengangguk patuh.

�Sekarang sudah malam. Orang tua kalian akan membawa kalian pulang sekarang. Kalian pasti lelah.�

Tiba-tiba Kazuchika berdiri, �Bagaimana dengan Saori? Apa ia akan baik-baik saja?�

�Lupakan tentang dia.� jawab ayah Kazuchika dengan dingin, �Ia takkan pernah menjadi Saori yang kalian kenal dulu.� ia lalu menatap kami dengan sorot mata penuh kesedihan. �Ibunya akan terus menyalahkan kalian atas apa yang terjadi dengan putrinya. Ia takkan membiarkan kalian melihat Saori lagi.�

Sejak saat itu, hidup kembali berjalan normal, kecuali satu hal. Kami tak pernah melihat Saori lagi. Guru kami mengatakan keluarganya sudah pindah ke tempat lain.

Kamipun tak pernah membicarakan hal itu lagi. Sepertinya kabar bahwa kami mendobrak masuk ke rumah itu telah menyebar sehingga larangan-pun semakin ketat. Bahkan anak-anak pun sekarang sudah tak berani membicarakan rumah itu di belakang orang tua mereka. Kaca yang dipecahkan Atsushi pun sekarang ditutup dengan papan kayu sehingga tak seorangpun dapat mengintip ke dalam.

Kamipun menyelesaikan sekolah kami dan waktu serasa berjalan sangat cepat. Kami berempat yang semula bersahabat baik semakin menjauh ketika kami kuliah di kota-kota yang berbeda. Satu hal terjadi ketika aku lulus dari kuliah dan pulang ke rumah. Aku melihat ibuku membaca surat dari ibu Saori. Ketika aku bertanya dimana Saori, ibu menolak untuk menjawab. Ibuku juga menolak untuk menceritakan si surat itu kepadaku. Namun apa yang ia katakan masih menghantuiku sampai kini.

�Ia memilih untuk melakukan ini kepada Saori karena ia adalah ibunya. Jika kau ada di posisinya, kau pasti juga akan melakukan hal yang sama. Meskipun kau tahu itu adalah pilihan yang salah.�

Aku diam-diam menyelidikinya, tentang meja rias dan rambut itu. Akupun menemukan kenyataan yang mengerikan.

 

TO BE CONTINUED

Jumat, 21 Maret 2014

We go out for sushi

After we finished, we were very hungry, so our hosts took us to a sushi restaurant. It is so fun to watch all the sushi glide past. There are many kinds of sushi � salmon, tuna, octopus, prawns, eel, fish eggs ... we tried them all! 
 With Octopus
With Prawns
It is taller than us!
What is it? Oh, it's fish eggs!
They also sell other foods too, including clam miso soup - it was delicious!
Do we want tuna or salmon?
And if you don't see something on the conveyor belt that you want, you can order fresh sushi and it is sent to your table.
They even sell sushi made of smoked ham and apple. It reminds us of Germany.
We are very full now. Maybe we should go home and get some sleep.
Good night for now. We will write more later
Paul and Hans

Kamis, 20 Maret 2014

We help our host to make handmade paper

Monday was Heather's day off, so she had an interesting project for us.
When we woke up, we saw all this on the table, and we wondered what it was for. Then Heather told us we could help her make handmade paper!
First, we take some of the paper scraps and blend them into a slurry.
Be careful, Paul! Don't fall in!
After Heather put the slurry into a deckle, or frame, then we helped sponge it dry. 
 Ta-da! Here is our paper. You can see that it is still wet, but after it dries it will be our paper! 

Rabu, 19 Maret 2014

We climb a mountain

 
It was a beautiful day, so our hosts decided to climb Bizan. It means �Eyebrow Mountain� in Japanese, and from far away, it really does look like an eyebrow. But we only saw it close up.
Along the path are old graves, from the lords and samurai who used to rule here about two hundred years ago.
This is such a steep path! 
Look at this interesting Japanese. Paul decided he wanted a closer view, so he is sitting inside the Japanese number two. It is a very big and old rock. We were curious about it, but our hosts don't know why this big rock is in the middle of the mountain!
Are we there yet?
We made it! Can you see where we are staying? I can almost touch our hosts' apartment building � it is the long brown one here. It is really hazy today � that's too bad. Heather says that on a clear day she can see the mountains on the islands next to us.
On our way back down now, we are tired and having fun. Let's climb this little mountain and see where the path goes?
On our way down we stopped under the ropeway. We wanted to ride it down, but it is closed for maintenance. We're only halfway down!
 
Look at the steep path we just came down! It was quite slippery. There are many different paths down the mountain, and we don't want to say anything bad about our hosts, but it is possible they chose the wrong path down :) Next time, we will take a different path down!
What a lovely day! It was really nice to be out in the fresh air � we are so glad it stopped raining.
Hope you are well!
Hans and Paul

Minggu, 16 Maret 2014

PANDORA PART 03

 

Kami semua berada di ruang tamu dimana kami masuk tadi, jadi ia tak mungkin keluar. Kami mencoba mencarinya di ruang tamu dan dapur, namun kami tetap tak menemukannya.

�Haruka!� panggil Saori penuh keputusasaan, �Haruka! Dimana kamu! Jawab kakak!�

Namun tak ada jawaban.

�Hei, apa kalian pikir dia naik ke atas?� kami semua menatap ke arah tangga itu.

�Tidak mungkin! Mengapa ia melakukan itu?� jerit Saori. Air matanya mulai mengalir.

�Tenanglah! Ayo kita naik ke atas dan mencarinya!�

Tak ada waktu untuk memikirkan betapa takutnya kami. Kami berjalan melewati tiang menakutkan itu dan mulai berjalan menaiki tangga.

�Haruka-chan!� panggil kami.

�Haruka, ini tidak lucu!� seru Saori, �Keluarlah sekarang!�

Namun tetap tak ada jawaban.

Ketika kami sampai di atas, kami melihat dua kamar. Pintu masing-masing kamar tertutup. Kami menduga kedua kamar tersebut adalah kamar tidur.

Kami membuka pintu di sebelah kanan kami. Namun tak ada apapun di dalamnya. Kamipun menutupnya dan beranjak ke kamar kedua.

�Ia pasti ada di kamar ini!� kamipun membuka pintu itu secara perlahan.

Haruka ada di sana.

Namun tak ada satupun di antara kami yang berani berkata sepatah katapun. Kami semua membeku.

Di tengah ruangan itu terdapat benda yang sama seperti yang ada di tangga.

Sebuah meja rias dan sebuah tiang dengan rambut manusia di atasnya. Namun tiang itu tampak lebih pendek, sama tingginya dengan Haruka yang masih SD. Kami semua sangat ketakutan dan tak berani bergerak sedikitpun.

�Kak, apa ini?� Haruka menunjuk tiang itu dan menoleh kepada kami.

Ia berjalan mendekati meja rias itu. Ada tiga laci di sana dan ia membuka laci teratas.

�Apa ini?�

Ia menarik sesuatu keluar dari dalam laci. Sebuah memo dengan dua buah huruf tertulis di atasnya.

?? - The Forbidden Empress.

�Kak, ini bacanya apa?� namun sebelum kami menjawabnya, ia sudah menarik laci yang kedua.

Ia mengambil benda yang sama persis seperti yang ia temukan di laci pertama. Sebuah kertas bertuliskan huruf kanji yang sama.

Kami semua tak mengerti apa yang terjadi, namun Saori segera menghampiri adiknya dan mencengkeram tangannya dengan keras. Haruka sampai menangis dibuatnya.

�Apa yang kamu lakukan?� ia berteriak di depan muka Haruka. Dengan marah ia segera merebut kertas itu dari tangan gadis cilik itu dan membuka laci untuk mengembalikan kertas itu.

Masalahnya adalah, Haruka mengambilnya dari laci kedua, sedangkan laci yang ditarik oleh Saori adalah laci ketiga.

Ketika laci itu terbuka, Saori hanya berdiri tak bergeming sambil menatap apa yang ada di dalamnya. Ia tak bersuara sedikitpun.

Ia hanya diam, seperti terhipnotis. Ia menutup laci itu kemudian menatap ke depan. Pandangannya tampak kosong. Ia lalu menarik rambutnya yang tumbuh melebihi bahunya lalu meletakkannya di mulutnya.

Ia mulai mengunyah rambutnya sendiri.

�Hei, apa yang terjadi denganmu?� Kami bertanya.

�Saori! Saori, sadarlah!�

Kami semua memohon agar ia berhenti melakukannya, namun ia sepertinya sama sekali tak mempedulikan kami. Pandangannya masih kosong dan ia masih mengunyah rambutnya.

Tangis Haruka makin kencang, mungkin karena menyaksikan kakaknya bertingkah aneh. Kami semua bertambah gugup.

�Apa...apa yang terjadi dengannya?�

�Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi!�

�Pikirkan itu nanti! Sekarang kita harus membawanya pulang! Aku sudah tak mau lagi berada di sini.�

Naoki, Kazuchika, dan Atsushi segera membawa Saori keluar dari rumah itu, sementara aku menjaga Haruka yang masih menangis. Bahkan setelah keluar dari rumah itu, Saori masih tetap mengunyah rambutnya.

Kami tahu kami akan terlibat masalah, namun kami harus segera membawanya ke orang dewasa yang mengerti tentang sejarah rumah itu. Kami mengurungkan niat kami membawanya pulang dan memutuskan membawanya ke rumahku yang terletak paling dekat dengan rumah tua itu.

Saat itu aku belum tahu itu adalah saat terakhirku melihat Saori.

TO BE CONTINUED

Jumat, 14 Maret 2014

We practice some sumo wrestling

Hello, everyone!
We had an interesting day yesterday. Unfortunately, it rained heavily all day, so we had to stay inside.
 
We looked at some books about Japan, and dreamed of what we want to see when the weather clears up. It is a very pretty country.
Then we watched some sumo wrestling on television. 
 
It looked like fun, so we thought we might try it ourselves!
These pictures show us different ways to win a match. We think it takes a lot of practice to do it right!

Now we say see you later - or, in Japanese Jya, ne!
Hans and Paul

Rabu, 12 Maret 2014

We arrive in Japan

Konichiwa!
We have arrived safely in Japan and were met by two sumo wrestlers! There is a sumo tournament this week on television. I hope we get to watch some!
After that, we helped our hosts choose something to eat. 
The sushi looks good, but Heather said she would take us to a sushi restaurant next weekend. So, we will have chicken and egg with rice. 
I guess we had better learn how to use chopsticks!  (Using chopsticks is very hard!)
We will write more tomorrow,
Hans and Paul
P.S. Heather says hello and thank you for letting us come visit.