Buat kalian pecinta fiksi ilmiah, pasti sudah nggak asing ama istilah �terraforming� yakni mengubah habitat planet lain agar dapat didiami manusia. Terrafoming barulah teori, sebab untuk melaksanakannya dibutuhkan biaya dan tenaga yang luar biasa besar. Namun terraforming bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan manusia, apalagi dengan kemajuan teknologi di masa depan. Hanya karena manusia belum �kepepet� aja untuk menciptakan habitat baru, maka ide terraforming belum benar2 dipikirkan secara serius dan hanya terbatas di film2 aja. Namun apabila habitat di Bumi benar2 sudah rusak, mungkin terraforming dan kolonisasi planet lain menjadi satu2nya pilihan agar manusia dapat bertahan hidup.
Terraforming mencakup beberapa langkah, yakni menyesuaikan suhu agar bisa didiami manusia (beberapa planet terlalu panas atau terlalu dingin), menyediakan atmosfer agar manusia bisa bernapas, serta menyediakan air agar kehidupan bisa berkembang di dalamnya. Ada beberapa objek di tata surya kita yang dipertimbangkan dapat di-terraforming untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sejauh ini ada 7 objek yang memungkinkan exodus manusia besar2an dari Bumi, yakni Mars, Ceres, Venus, Merkuri, Europa, Callisto, dan Bulan kita sendiri. Ini dia bahasannya (sambil puyeng sendiri).
1. Mars
Mars memang menarik perhatian manusia sejak dulu. Lokasinya yang masih berada di dalam �habitable zone� dan cukup dekat dengan Bumi (walaupun perjalanan ke sana memakan waktu 3 tahun), membuat planet ini menjadi target sempurna terraforming dan kolonisasi manusia. Tanah dan atmosfer Mars juga mengandung zat2 yang penting bagi kehidupan, yakni sulfur, nitrogen, hidrogen, oksigen, fosfor, dan karbon. Tak hanya itu. Menurut sejarah, Mars pernah memiliki kondisi serupa dengan bumi, yakni memiliki atmosfer dan air yang melimpah. Namun lautan di Mars menghilang milyaran tahun yang lalu.
Lalu bagaimana mengisi daratan kering di Mars menjadi lautan kembali? Di kutub selatan Mars masih terdapat air dalam keadaan membeku. Apabila simpanan es tersebut dicairkan, maka air akan kembali mengisi lautan Mars. Caranya dengan menggunakan satelit yang dibekali cermin yang terbuat dari bahan kaca PET beraluminium. Cermin tersebut dapat ditaruh di orbit Mars dan seperti kaca pembesar, dapat mengarahkan cahaya matahari untuk mencairkan es yang ada di kutub. Namun langkah itu tak mudah, sebab diameter cermin yang diperlukan sekitar 125 km!
Setelah masalah air beres, langkah selanjutnya adalah mempertebal atmosfer dan meningkatkan suhu Mars. Mars sangatlah dingin sebagai akibat atmosfer tipisnya. Suhu terpanas Mars tercatat hanya 22 derajat celcius, dan saat malam bisa turun drastis hingga minus 73 derajat celcius. Untuk meningkatkan suhu Mars dibutuhkan gas rumah kaca. Berbeda dengan di Bumi, pemanasan global justru merupakan hal yang menguntungkan di Mars.
Beruntung Mars memiliki cadangan CO2 beku di kutubnya sehingga apabila dicairkan, dapat mengisi atmosfer dengan gas rumah kaca. Tak hanya memanaskan planet. CO2 di atmosfer Mars juga dapat menaikkan tekanan udara planet tersebut. Tekanan udara alami Mars sangatlah rendah, yakni hanya mencapai 0,6 kilopascal, padahal manusia di Bumi terbiasa hidup dalam tekanan 101,3 kilopascal. Apabila dicairkan semua, CO2 di kutub dapat menaikkan tekanan hingga 30 kilopascal. Selanjutnya, tekanan udara dapat dinaikkan dengan bantuan gas2 seperti metana.
Gas rumah kaca lain yang bisa meningkatkan suhu Mars adalah amonia dan metana. Penggunaan amonia memiliki keuntungan lain, yakni mampu menghasilkan gas nitrogen yang penting untuk meniru komposisi atmosfer Bumi (mayoritas gas dalam atmosfer Bumi adalah nitrogen). Amonia dan metana dapat diperoleh dari planet lain dan satelit2nya, semisal dari Titan, satelit Saturnus. Cara �mudah� untuk memasukkan metana ke atmosfer jika kita malas mentransportnya dari planet lain dengan jarak jutaan kilometer adalah dengan menabrakkan asteroid atau komet yang kaya akan amonia ke Mars.
Metana merupakan gas yang berguna banyak bagi proses terraforming. Metana dapat meningkatkan tekanan atmosfer, meningkatkan suhu planet, bahkan mampu menghasilkan air bila direaksikan dengan besi (III) oksida melalui proses berikut.
CH4 + 4 Fe2O3 ? CO2 + 2 H2O + 8 FeO
Besi (III) oksida sendiri sangatlah melimpah di tanah Mars, bahkan inilah yang memberikan warna merah bagi planet itu. Sumber energi bagi reaksi tersebut dapat diperoleh dari radiasi matahari. Produk dari reaksi tersebut berupa air dan CO2 yang sangat dibutuhkan oleh proses fotosintesis, apabila tanaman Bumi akan diperkenalkan di planet merah ini. Tumbuhan apa yang mampu hidup di Mars? Penelitian di German Aerospace Centre membuktikan bahwa lumut kerak, tumbuhan perintis di Bumi, mampu hidup bahkan berftosintesis di bawah kondisi yang dibuat semirip mungkin dengan Mars di Mars Simulation Laboratory.
Apabila pemanasan global di Mars menggunakan CO2 dinilai terlalu lambat, maka gas2 rumah kaca berbasis flourine seperti CFC dapat digunakan. Gas2 ini merupakan gas rumah kaca yang ribuan kali lebih kuat ketimbang CO2 (walaupun CFC lebih dikenal karena kemampuannya merusak lapisan ozon). Salah satu cara yang disarankan adalah memuati roket dengan CFC lalu menabrakkannya ke permukaan Mars. Namun jumlah CFC yang dibutuhkan amatlah besar, yakni mencapai 39 juta metrik ton. Ini setara dengan 3 kali produksi CFC dunia selama 1972-1992 (setelah penggunaan AC dan kulkas ber-CFC dilarang). Jika jumlah itu terlalu mustahil untuk mencapai, maka solusinya adalah menambang mineral2 mengandung flour yang secara alami sudah ada di Mars, seperti CF3SCF3, CF3OCF2OCF3, CF3SCF2SCF3, CF3OCF2NFCF3, C12F27N.
Cara lain untuk meningkatkan suhu Mars secara cepat adalah dengan memperkecil albedo atau tingkat kecerahan planet. Menurut teori fisika, benda cerah akan memantulkan panas, sedangkan benda gelap cenderung menyerap panas. Dengan membuat permukaan Mars lebih gelap, maka cahaya matahari akan lebih optimal diserap dan meningkatkan suhu planet. Menggelapkan permukaan Mars dapat dilakukan dengan menebarkan debu dari Phobos dan Deimos, dua bulan Mars. Selain itu, memperkenalkan bakteri, lumut kerak, dan alga juga akan memberi warna gelap pada planet.
Cara lain yang lebih cepat, namun cukup gila, untuk menaikkan suhu Mars adalah dengan menabrakkan asteroid ke planet merah tersebut. Energi tumbukan akan menghasilkan panas yang selanjutnya akan menguapkan CO2 dan air. Asteroid juga mengandung amonia secara alami, sehingga bisa membantu proses terraforming selanjutnya.
Hidrogen adalah gas yang cukup penting bagi terraforming sebab dapat diolah menjadi air. Hidrogen dapat diimpor dari planet lain seperti Jupiter dan Saturnus. Mereaksikan hidrogen dan besi (III) oksida dapat menghasilkan air melalui reaksi:
H2 + Fe2O3 ? H2O + 2FeO
Selain itu, mereaksikan hidrogen dengan CO2 melalui reaksi Sabatier dapat menghasilkan metana dan air.
CO2 + 4 H2 ? CH4 + 2 H2O
Tak hanya kuantitas, namun kualitas udara juga penting. Atmosfer alami Mars sangatlah miskin oksigen. Namun kita tak perlu mengekspor oksigen dari Bumi. Tanah Mars mengandung senyawa pernitrat dan perklorat yang melalui reaksi kimia dapat diurai menghasilkan oksigen. Elektrolisis juga dapat diterapkan untuk mengubah air di Mars menjadi hidrogen dan oksigen. Fitoplankton juga mampu mengubah CO2 di atmosfer Mars menjadi oksigen.
Berikut ini wajah permukaan Mars setelah di-terraforming.
2. Ceres
Ceres dulu dikenal sebagai asteroid, namun kini naik tingkat menjadi planet kerdil setara Pluto. Usaha terraforming Ceres takkan seambisius Mars sebab Ceres hanya akan dijadikan pangkalan luar angkasa yang akan menghubungkan Bumi dengan planet2 di luar sabuk asteroid, seperti Jupiter dan Saturnus. Bulan2 di Saturnus dan Jupiter kaya akan hidrogen, amonia, dan metana yang selanjutnya dapat diimpor untuk usaha terraforming Mars dan Venus. Asteroid2 juga dapat ditambang untuk keperluan mineral.
Ceres memiliki cadangan air berupa es di permukaannya sehingga bisa menyokong kehidupan. Selain itu, gaya gravitasi Ceres yang kuat serta letaknya yang strategis membuatnya menjadi kandidat yang cocok untuk kolonisasi manusia. Namun ada masalah yang menghadang rencana kolonisasi di Ceres. Letaknya di sabuk asteroid membuatnya rentan terhantam atau bertabrakan dengan ribuan asteroid. Sehingga diperlukan pangkalan militer dengan persenjataan nuklir canggih untuk melindungi koloni Ceres.
3. Venus
Ide untuk terraforming Venus sudah diajukan oleh Carl Sagan sejak tahun 1961. Masalah yang dihadapi dalam usaha tersebut akan berkebalikan dengan Mars. Apabila Mars memiliki tantangan berupa suhu yang rendah dan atmosfer yang tipis, maka Venus justru memiliki suhu yang terlalu tinggi dan atmosfer yang terlalu tebal.
Venus bukanlah planet yang bersahabat dengan manusia. Suhu permukaan Venus mencapai 450 derajat celcius. Suhu setinggi itu sudah cukup untuk melelehkan logam. lokasinya yang dekat dengan Matahari membuatnya menerima dua kali jumlah panas Matahari ketimbang yang diterima Bumi. Tak hanya itu, atmosfernya yang tebal mengandung CO2 dalam jumlah luar biasa yang berperan sebagai gas rumah kaca, memerangkap panas matahari dan menaikkan suhu planet.
Cara yang dapat digunakan untuk mendinginkan Venus adalah dengan �memayunginya� dengan �solar shade� yang juga berperan ganda sebagai panel solar untuk menghasilkan energi listrik. Usaha ini bakalan mati2an, sebab ukuran �solar shade� yang dibutuhkan adalah empat kali diameter Venus sendiri. Bisa dibayangkan akan sangat sulit bagi penduduk Bumi untuk memproduksinya, apalagi mengirimkannya ke Venus. Namun untungnya, bahan �solar shade� yang diproposalkan adalah nanotube karbon dan graphene yang dapat diproduksi di planet Venus langsung dengan bahan CO2 dari atmosfernya. Material dan energi yang dihasilkan ini juga dapat dimanfaatkan di Bumi sehingga menjadi nilai komersil bagi planet ini.
Lalu bagaimana cara mengurangi kandungan CO2 yang berlebihan di atmosfer Venus? Salah satu ide cemerlang adalah membombardir Venus dengan gas hidrogen yang selanjutnya akan bereaksi dengan CO2 menghasilkan grafit (bernilai ekonomi) dan air (bermanfaat bagi kehidupan) menurut reaksi Bosch.
CO2 + 2H ? C + 2H2O
Jumlah gas hidrogen yang dibutuhkan sangat besar, sehingga dapat diambil dari planet2 gas raksasa (Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus) ataupun satelit2 mereka. Untuk reaksi ini juga diperlukan senyawa besi sebagai katalis yang dapat diperoleh dari Mars, Merkuri, asteroid, hingga Bulan.
Membombardir Venus dengan magnesium dan kalsium juga dapat mengurangi kandungan CO2 atmosfer dengan mengubahnya menjadi kalsium karbonat dan magnesium karbonat. Untunglah magnesium dan kalsium oksida secara alami dapat ditambang di permukaan planet.
CO2 yang ingin dibuang dari Venus juga sebenarnya dapat dimanfaatkan dengan cara didinginkan menjadi es kering lalu dikirimkan ke Mars untuk men-terarforming planet tersebut (ingat Mars perlu banyak CO2 untuk memanaskan planet tersebut).
Namun masalah terberat yang akan dihadapi apabila manusia benar2 ingin menguasai Venus adalah masa rotasinya yang sangat lambat. Satu hari Venus setara dengan 243 hari di Bumi, hampir sama dengan masa revolusinya (1 tahun Venus = 224,7 hari Bumi). Dengan kata lain, siang hari di Venus mencapai 116 hari (hampir 4 bulan) lamanya, sama dengan panjang malamnya. Tak hanya manusia yang akan sulit beradaptasi dengan kondisi ekstrim ini, namun juga hewan apalagi tumbuhan. Cara gila untuk mempercepat rotasi Venus adalah dengan melewatkan asteroid atau komet dengan diamater sekitar 100 km dan membiarkan gaya gravitasinya bekerja. Darimana kita dapat asteroidnya dan bagaimana kita bisa �menyopirinya� melewati Venus biarkan menjadi imajinasi kita. Berikut ini adalah peta permukaan Mars setelah di-terraforming. Benua terbesar di Venus akan diberi nama �Aphrodite�, nama Yunani bagi dewi cinta tersebut.
4. Merkuri
Merkuri memiliki berbagai keuntungan ketimbang planet2 lainnya. Pertama planet ini memiliki medan magnet yang bisa melindunginya dari radiasi mematikan matahari. Walaupun sangat dekat dengan Matahari dengan suhu mencapai 427 derajat celcius, namun wilayah kutub Merkuri memiliki suhu dingin, yakni nol derajat celcius. Ini bisa menjadi lokasi menjanjikan untuk kolonisasi manusia.
Jikapun manusia berhasil menduduki Merkuri, tujuannya bukanlah untuk terraforming, melainkan sekedar kolonisasi saja. Merkuri bisa dibilang sebagai planet paling bernilai ekonomi tinggi. Menjadi planet terdekat dengan Matahari membuat planet ini bisa menghasilkan energi sebesar 6-15 kilowatt per meter persegi! Manusia bisa menangkap energi itu dengan menggunakan panel surya kemudian memanfaatkannya untuk perjalanan antarbintang.
Selain itu, Merkuri juga kaya akan helium-3, bahan tambang yang diperlukan untuk reaksi fusi dingin, sebuah sumber energi alternatif yang kelak bisa menggantikan energi nuklir. Merkuri juga kaya akan besi dan magnesium silikat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk terraforming Venus. Satu-satunya masalah besar yang akan dihadapi di Merkuri adalah gaya gravitasi Matahari yang masih sangat besar di sana. Sehingga apabila digunakan sebagai pangkalan luar angkasa, akan dibutuhkan energi yang sangat besar untuk meninggalkan planet tersebut.
5. Europa
Kalau sejak tadi kita membahas kolonisasi di planet2 terdalam di tata surya, maka kita kini perlu berpikir maju ke depan dan melirik lokasi yang lebih jauh. Sekitar 5,6 milyar tahun yang akan datang, matahari diramalkan akan berubah menjadi bintang merah raksasa. Akibatnya matahari akan membesar dan menelan habis planet2 yang ada di dekatnya, termasuk Bumi serta koloni di Mars dan Venus. Namun kita tak perlu menunggu setengah dari waktu tersebut untuk punah. Sekitar 3 milyar tahun yang akan datang, Matahari akan bertambah panas 33 kali lipat, sehingga lautan di Bumi akan menguap dan kehidupan dengan segera lenyap.
Jika manusia masih ada pada zaman itu, maka mereka harus segera mengungsi ke lokasi yang lebih jauh, minimal Jupiter. Europa sebagai salah satu bulan Jupiter menjadi kandidat terbaik kolonisasi. Europa mengandung air yang sangat banyak, walaupun sebagian besar berupa es karena suhunya yang teramat dingin. Atmosfer Europa sudah mengandung oksigen, namun tetap saja jumlahnya masih kurang cukup untuk manusia agar bisa bernapas. Solusinya dengan memecah molekul es di permukaan Europa menjadi hidrogen dan oksigen.
Suhu Europa dapat dinaikkan dengan mengimpor amonia ke dalam atmosfernya sebagai gas rumah kaca. Beruntung, Jupiter, planet tetangganya, cukup kaya akan amonia. Metana juga merupakan gas yang diperlukan untuk menaikkan suhu Europa yang menggigil serta menaikkan tekanan atmosfernya agar dapat dihuni. Sumber metana terdekat adalah Titan, salah satu bulan Saturnus. Metana juga dapat diperoleh dengan mereaksikan hidrogen (yang merupakan hasil sampingan pemecahan air menjadi oksigen di atas). Metana, seperti telah dijelaskan dalam terraforming Mars, selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan CO2 dan air yang berperan dalam fotosintesis.
Masalah lain adalah: walaupun jauh dari ancaman radiasi UV matahari, namun Jupiter sebagai planet tetangganya ternyata juga memancarkan radiasi yang sama mematikannya. Untuk itu dibutuhkan usaha ekstra dengan memasukkan gas2 yang tepat untuk menangkal radiasi tersebut ke atmosfer, contohnya ozon.
6. Callisto
Callisto sebagai salah satu bulan Jupiter juga menjadi perbincangan sebagai salah satu calon Bumi baru. Callisto dipilih karena stabiilitas geologinya serta letaknya yang cukup jauh dengan Jupiter sehingga meminimalkan ancaman radiasi planet tersebut. Project HOPE adalah proyek yang mewacanakan kolonisasi di Callisto, sedangkan kolonisasi di Europa dirancang oleh �Artemis Project�. Callisto juga dapat dirancang menjadi markas eksplorasi luar angkasa bagi pesawat2 antariksa yang hendak menjelajah lebih jauh ke luar tata surya untuk mencari rumah baru bagi manusia. Tujuannya adalah eksoplanet2 (planet2 di luar tata surya) yang diduga mampu menyokong kehidupan tanpa harus di-terraforming, contohnya adalah Gliese.
7. Bulan
Wacana untuk mengeksploitasi Bulan sudah muncul jauh sebelum manusia mendarat di sana. Project Horizon adalah proyek ambisius Amerika Serikat untuk membuat pangkalan militer di Bulan pada 1959 (Untuk melawan alien mungkin), walau tak pernah terlaksana. Jika manusia hendak mengkolonisasi Bulan, maka langkah paling efisien adalah tinggal di kutub utara maupun selatan Bulan. Kedua lokasi ini cukup menggiurkan karena mengandung air dalam bentuk es serta kaya akan energi matahari. Akan tetapi, lokasi yang komersial justru wilayah ekuator (khatulistiwa)-nya yang mengandung konsentrasi Helium-3 yang tinggi. Perlu diketahui bahwa helium-3 adalah bahan tambang yang sangat jarang ditemukan di Bumi dan nilainya 150 kali nilai emas.
Namun masalah suhu ekstrim serta panjangnya siang dan malam yang gila-gilaan bakal dihadapi para penambang Bulan ini. Saat siang (mencapai 354 jam), suhu bisa mencapai 107 derajat celcius. Sedangkan saat malam (354 jampula), suhu turun drastis hingga minus 153 derajat celcius. Untuk mengatasinya, banyak yang menyarankan koloni bawah tanah, yang tak hanya melindungi penduduknya dari fluktuasi suhu, namun juga dari ancaman radiasi hingga hantaman meteor. Ahli lain menyarankan penggunaan kubah2 untuk menciptakan habitat mirip Bumi di permukaan Bulan.
Sumber energi bagi koloni dapat berasal dari bahan tambang helium-3 sendiri yang dapat dimanfaatkan untuk reaktor fisi. Menariknya, selanjutnya energi tersebut dapat digunakan untuk menciptakan �matahari buatan� dalam koloni, dimana mereka bisa mengatur siang dan malam mereka sendiri sesuai dengan waktu Bumi. Dan untuk mempermudah transportasi dari Bulan ke Bumi, dapat dibangun space elevator. Terdengar seperti fiksi ilmiah buat kalian?
Terraforming terdengar seperti ide yang bombastis, namun ternyata secara sains memungkinkan. Satu-satunya permasalahan serius yang belum bisa dipecahkan sains hingga kini adalah rekayasa magnetosfer. Bumi memiliki magnetosfer untuk melindunginya dari ancaman radiasi dan tumbukan partikel yang dihasilkan Matahari. Namun planet dan satelit yang akan di-terraforming sebagian besar tak memilikinya. Hingga kini belum ada ide bagaimana memecahkan masalah tersebut. Cara terbaik adalah dengan menggunakan generator medan magnet raksasa yang dengan teknologi sekarang mustahil dibuat (bisa dibayangkan bagaimana mendapat listrik di planet lain).
Selain itu, terraforming juga terbentur masalah etika. Pihak yang setuju akan terraforming akan beralasan langkah tersebut penting sebagai tanggung jawab manusia menjaga kelestarian makhluk hidup di Bumi agar tidak punah (dengan memindahkannya, seperti bahtera Nuh). Namun mereka yang menentang beranggapan terraforming dapat merusak habitat alami planet tersebut, apalagi jika planet tersebut ternyata sudah memiliki kehidupan. Kehadiran manusia dapat memusnahkan kehidupan yang terlebih dahulu ada, yang walaupun hanya sebentuk makhluk bersel satu, tetap saja dianggap tak etis. Selain itu, ego manusia juga akan menjadi masalah penting yang harus dipecahkan. Negara2 akan mengklaim wilayah di koloni2 baru itu dan memecah belahnya dengan isu politik, bahkan mungkin berperang demi memperebutkan secuil tanah di dunia baru tersebut.
Namun apapun pendapat mereka, ada banyak waktu untuk berargumen, sebab sepertinya terraforming ini hanya sebatas impian untuk saat ini. Yang jelas, kalo manusia diberi pilihan tinggal di Bumi atau exodus ke planet lain, gue jelas memilih pergi ke planet yang sudah di-terraforming. Siapa tak mau tinggal di tempat dengan pemandangan malam yang mencengangkan seperti ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar