Tampilkan postingan dengan label review. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label review. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 September 2015

REVIEW NOVEL: GAME PARTY by RL STINE

 

party games rl stine

Haaah???!!! RL Stine nerbitin novel Fear Street terbarunya setelah sekian lama hiatus??? Gue langsung excited alias girang nggak ketulungan pas dengernya. Jujur aja RL Stine adalah novelis favorit gue *dan gue yakin favorit banyak orang juga yang seumuran ama gue* Novel-novel pendeknya yakni �Goosebumps� mewarnai masa kanak-kanak gue dan masa remaja gue juga diperindah ama novel-novel �Fear Street� yang keren abis itu. Tekniknya membuat plot twist yang brilian emang salah satu alasan kenapa novel-novel RL Stine selalu sukses. Pokoknya kalian yang lahir tahun 80-an atau 90-an dan sempet baca novela-novela ini, you're a damn lucky bastard!!!

Tapi pas gue denger kabar bahwa RL Stine akan memulai kiprahnya kembali, gue sempet mikir, bukannya kakek yang satu ini udah uzur ya? Dulu pas gue masih SD aja fotonya dah keliatan tuwir banget, apalagi sekarang. Dan pertanyaan yang keluar di benak gue lagi, apakah �Fear Street� terbaru ini masih menganut gaya yang lama seperti puluhan tahun lalu ataukah berevolusi mengikuti perkembangan zaman? Sayangnya, setelah gue menamatkan novel ini, jawaban yang gue dapat adalah: �Novel ini masih cheesy kayak yang dulu.�

And for me, it�s a bad thing.

Sayang sekali bagi kalian yang tertarik membaca �Game Party�, terjemahan Indonesia-nya belum keluar. Gue aja dapat novel ini setelah download versi e-pubnya di internet (cari aja, ada kok. Tapi jangan nyuruh gue kasi link-nya soalnya gue nggak menyeponsori pembajakan). Ringkasan ceritanya: �Game Party� berkisah tentang gadis bernama Rachel yang diam-diam naksir cowok bernama Brendan. Rachel bak ketiban durian runtuh *jedot dong kepalanya* ketika ia bersama sembilan remaja lainnya diundang ke pesta ultah Brendan di sebuah pulau terpencil. Namun celaka tiga belas, Brendan adalah anggota keluarga Fear, keluarga yang mendapat nama buruk di kota Shadyside sebab banyak yang mengatakan mereka diikuti oleh kutukan yang selamanya menghantui mereka.

Surprise buat kalian, Rachel ternyata bukan good girl juga kalok dipikir-pikir, soalnya dia udah punya cowok bernama Mac *wah nakal ya loe Rach* Akhirnya ia tetap memutuskan ikut ke pesta ulang tahun Brendan *biar bisa zelingkuh* walau banyak orang memperingatkannya agar membatalkan rencananya, mengingat masa lalu keluarga Fear yang teramat kelam. Dan ternyata peringatan itu benar adanya, sebab begitu pesta dimulai, satu demi satu para tamu ditemukan tewas. Dan bukan �Fear Street� namanya kalo nggak ada plot twist yang membuat segalanya ternyata tak seperti yang kita duga.

Oke guys ... saatnya review yang kejam dari gue hahaha *nyengir* Walaupun RL Stine adalah penulis favorit gue, tapi jujur gue kecewa abis ama novel ini. Gue sebenarnya berharap Simbah Stine bakal menyesuaikan gaya menulisnya dengan perkembangan zaman sekarang, namun ternyata beliau tetap mempertahankan style-nya yang dulu dipakainya untuk novel-novelnya yang kini udah berusia puluhan tahun. Banyak dialog-dialog yang cheesy dan menurut gue nggak masuk akal, kayak:

�Someone is definitely playing games with us,� Geena said. �Only ... Murder isn�t a game.�

Yup, cheesy banget kan? Gue jadi inget salah satu dialog yang bikin gue ngakak di salah satu seri �Fear Street� zaman gue remaja dulu, �Wrong Number�.

�Do you mean to say that this whole thing began with a prank phone call?� and Jade replies in a whisper: �And it ended in murder.�

Yeah right, a bit too dramatic huh? Like person in real world gonna say that.

Dialog cheesy sih sebenarnya nggak masalah buat gue, bisa menghibur malah dan gue bisa maklum kalo itu emang ciri khas Eyang Stine. Tapi ternyata plot twist cerita �Game Party� ini juga mengecewakan. Oke, emang make sense sih plot twistnya buat gue ... tapi aaaargh, ini membuat novel ini ternyata nggak seseru yang gue duga. Padahal premisnya dah keren banget: sekumpulan remaja diundang ke sebuah pulau dan terbunuh satu demi satu, mirip �And Then There Were None�-nya Agatha Christie.

Kemunculan kembali member keluarga Fear juga bikin gue kaget. Soalnya setau gue semua anggota keluarga Fear udah metong semua. tapi ternyata masih ada generasi yang masih hidup. Dan karakter mereka juga nggak di-explore dengan dalam, malah ada yang jadi figuran doang. Padahal Fear adalah trademark yang kuat. Kalo ada sosok keluarga Fear, gue bayangin dia adalah tokoh dengan kemampuan sihir dan juga jahat banget. Tapi di sini, tokohnya ternyata malah digambarkan sebagai remaja biasa. It�s just so not �Fear� ...

Salah satu ciri khas �Fear Street� besutan Simbah Stine adalah ending tiap chapter-nya yang nggantung banget. Dan kadang pas bagian nggantung itu dijelasin dengan cara yang konyol. Kayak gue inget ada di salah satu seri �Fear Street� (bukan �Game Party� yaaa), si cewek sembunyi di dalam lemari gara-gara dikejar pembunuh dan di dalam lemari dia nemu mayat ...

 

Bab kelar ....

 

Yang baca nahan napas ...

 

Lanjut ke bab berikutnya ...

 

 

Ternyata yang dikira kepala dengan rambut orang adalah mop alias alat pel. Gubrak! Di sini teknik kayak gitu masih sering diterapin. Nggak apa-apa sih, soalnya itu udah jadi ciri khas Eyang Stine juga. Tapi sebenarnya gue berharap gaya menulis Eyang Stine setelah hiatus setelah lama bakal memunculkan sesuatu yang baru dan fresh untuk remaja zaman sekarang.

Namun ada sih sisi positif dengan gaya menulis kuno Eyang Stine yang masih dipertahankan. Sejak dulu RL Stine membuat �Fear Street� sebagai bacaan yang aman ditaruh di rak perpus sekolah, dengan kata lain tidak ada unsur seksual atau pornografi di sini *paling banter adegan ciuman doang* Namun gue lihat, RL Stine mulai mencoba lebih �dewasa� di sini dengan memunculkan beberapa istilah bertema dewasa pula.

Jadi apa yang bisa gue simpulkan dari �Game Party�-nya RL Stine? Penokohannya amat datar, bahkan ada beberapa tokoh yang sebenarnya berpotensi tapi �dilupakan� begitu aja dan cuman jadi figuran doang. Ceritanya sebenarnya menarik, namun sayang eksekusinya mengecewakan. Mungkin kalo kalian ingin bernostalgia dengan karya-karya RL Stine, buku ini cocok. Tapi jika kalian pembaca baru, mungkin kalian pengen skip dulu. Ada banyak seri �Fear Street� jadul yang jauh lebih bagus dan �worth it� dari segi cerita maupun plot twist ketimbang �Game Party� ini.

Inilah penilaian gue terhadap karya RL Stine ini:

Penokohan/karakterisasi

TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET 0,5 BERDARAH TISU TOILET TISU TOILET

Jalan cerita

TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET

Ending

TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET 0,5 BERDARAH TISU TOILET TISU TOILET

Special award: life achievement award dan keputusan buat comeback setelah hibernasi sekian lama

TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH

Total 3,5 point untuk novel �Game Party� dari maksimal 5 tisu WC berdarah

 TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET 0,5 BERDARAH TISU TOILET

Sorry Grandpa Stine ... but I still love you like I always do ... ditunggu karya-karya lanjutannya yaaa. Terima kasih udah menghiasi masa kanak-kanak dan remaja gue dengan karya-karya brilianmu :D

REVIEW BUKU: TEN by GRETCHEN MCNEIL

 

ten  

Whoaaa .... balik lagi dengan review novel misteri ala Mengaku Backpacker. Kali ini gue bakal membahas novel misteri bergenre remaja berjudul �Ten� dari penulis muda berbakat Gretchen Mc Neil. Sayang buat kalian yang berniat baca novel ini mungkin harus dirundung kekecewaan, sebab sejauh ini, gue baru nemu versi bahasa Inggrisnya di Gramedia. Yang versi terjemahan Indonesia belum ada. Namun ini nggak menghentikan gue buat merekomendasikan novel keren ini ke kalian.

�Ten� bisa dibilang adalah versi modernnya novel Agatha Christie �Then There Were None�. Premisnya hampir sama, yakni menceritakan sekelompok remaja yang berlibur ke sebuah pulau hanya untuk menemui kematian mengerikan di tangan seorang pembunuh misterius yang mengincar mereka satu demi satu.

�Ten� menceritakan dilema yang dihadapi tokoh utamanya, Meg yang memiliki masalah dengan sahabatnya bernama Minnie. Pasalnya mereka berdua naksir cowok yang sama, yakni TJ. Celakanya, mereka bertiga bertemu kembali ketika mereka bersama tujuh remaja lainnya (Ben, Gunner, Kumiko, Vivian, Lori, Nathan, dan Kenny) diundang ke sebuah pesta di pulau terpencil. Namun tak diayal, satu persatu dari mereka tewas terbunuh secara misterius dan pelakunya tak lain adalah salah satu dari mereka. Namun siapa? Bisakah Meg menyelamatkan diri sebelum ia sendiri menjadi korban?

Cerita bergenre misteri slasher ini emang nggak ada matinya guys, selalu menarik walaupun mau didaur ulang berapa kalipun. Di sini tokoh Meg digambarkan memiliki hubungan yang unik dengan Minnie, sebab walaupun memiliki sahabat yang �super-annoying� bahkan agak psikopat, Meg tetap saja bersabar dan mengalah. Jalan ceritanya menarik dan mudah diikuti. Begitu pula dengan endingnya, ketika identitas sang pembunuh terungkap, gue cuman bisa melongo soalnya bener-bener nggak ketebak.

Banyak sih yang mengkritik novel ini terlalu menjiplak jalan cerita novel Agatha Christie. But who cares? Yang penting ketika eksekusi dimana sang pelaku terungkap tetap saja menjadi kejutan yang memuaskan buat gue. Namun bila ada yang harus dikritik dari novel ini adalah banyaknya penggunaan bahasa slang yang gue pikir hanya bisa dimengerti remaja Amrik darimana novel ini berasal. Apalagi gue baca versi Inggrisnya guys jadi ada banyak kalimat yang gue kaga ngerti maksudnya. Gue harap siapapun translator yang nantinya akan menerjemahkan cerita ini ke bahasa Indonesia akan lebih berhati-hati dengan hal itu. Selain itu dari segi motif si pelaku udah terlalu �mainstream� menurut gue. Dan endingnya, hmmm ... agak kurang masuk akal. Lihat sajalah nanti mana yang gue maksud, takutnya kalo gue ceritain di sini jadi spoiler haha.

Ini dia rincian nilai yang gue kasih:

Karakterisasi

TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET

Jalan cerita

TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET

Ending

TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH

Total gue berani kasih 4,5 tisu WC berdarah dari maksimal nilai 5.

  TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET 0,5 BERDARAH 

Intinya: so recommended!

REVIEW BUKU: MALICE by KEIGO HIGASHINO

 

malice

Kali ini gue lagi keranjingan baca novel karya sastrawan Jepang. Kalo kemaren gue review novel �The Tokyo Zodiac Murders� yang udah keluar versi bahasa Indonesia, kali ini novel yang gue bahas adalah �Malice� karya Keigo Hirashino yang gue yakin belum ada versi Indonesianya. Gue nggak berharap banyak novel ini bakal ditemukan di Indonesia, sebab novel �The Tokyo Zodiac Murders� saja memerlukan waktu 26 tahun untuk diterbitkan di Indonesia (novel tersebut ditulis tahun 1986 dan baru diterjemahin tahun 2012). Malice bercerita dari dua sudut pandang tokoh yang berbeda, menceritakan pembunuhan misterius seorang penulis terkemuka dan motif mengerikan yang melandasinya.

Pertama gue bakal mereview dulu penulisnya, yakni Keigo Hirashino. Namanya mungkin masih asing bagi pembaca di tanah air. Namun di negeri asalnya sana, Jepang, ia adalah penulis best-seller yang amat terkenal. Karyanya yang amat fenomenal adalah �Devotion of Suspect X� yang dibikin versi layar lebar sekaligus layar peraknya melalui serial �Detektif Galileo�. Ia menciptakan tokoh detektifnya sebagai Manabu Yukawa, seorang profesor fisika cerdas yang membantu polisi memecahkan berbagai kasus misterius. Ia menulis trilogi Galileo dalam ketiga novelnya yang berjudul �Devotion of Suspect X�, �The Salvation of A Saint�, dan �Midsummer�s Equation� (ketiga-tiganya kepengen gue baca tapi belom kesampaian). Namun dalam novelnya yang berjudul Malice kali ini, ia mengenalkan tokoh detektif baru bernama Detektif Kaga.

�Malice� diawali dengan kisah persahabatan dua orang penulis bernama Osamu Nonoguchi dan Kunihiko Hidaka. Hidaka adalah seorang penulis sukses yang salah satu novelnya, �Forbidden Hunting Ground� cukup kontroversial karena mengumbar kisah nyata seorang pembully yang kejam dan kematian tragisnya, sehingga membuat keluarganya marah. Sedangkan Nonoguchi adalah sahabatnya sejak kecil yang juga bermimpi menjadi penulis besar. Namun pada malam sebelum kepindahan Hidaka ke Kanada, istri Hidaka bersama Nonoguchi menemukan mayatnya tergeletak di dalam rumahnya, dibunuh. Seorang polisi muda bernama Kyoichiro Kaga (yang juga sahabat lama dari Nonoguchi) harus menguak tak hanya siapa sang pelaku, namun juga motif pembunuhannya. Dalam merampungkan kasus ini, ia harus bersedia menyelam jauh ke masa lalu kelam baik sang pelaku maupun korban, serta berdamai dengan masa lalunya sendiri.

Buku ini bukanlah tipe novel detektif �whodunnit� dimana identitas si pelaku akan terkuak secara mencengangkan di akhir cerita. Baru 1/3 novel ini berjalan, identitas si pelaku sudah terkuak, begitu pula trik pembunuhannya. Namun bukan itu yang penting dalam novel ini, melainkan usaha Detektif Kaga untuk menemukan motif asli si pelaku, sebab tanpa itu, kasus pembunuhan itu bisa dianggap tak sah, walaupun sudah ada pengakuan si pelaku.

Buku ini membuat gue puas, baik dari segi teknik penulisan, alur cerita, penokohan, hingga endingnya. Dilihat dari teknik penulisan, gue terbantu dengan kenyataan bahwa Keigo Hirashino, sang penulis, suka membuat kalimatnya mudah dicerna dan denotatif, tidak puitis seperti kebanyakan penulis (ini sangat membantu sebab gue baca versi bahasa Inggrisnya). Gue bisa menghitung hanya 2-3 kalimatnya yang ditulis dengan bahasa konotatif, itupun di bab-bab terakhir.

Tiap tokoh utama di sini memiliki karakter yang kuat, termasuk si pembunuh dan sang detektif. Tokoh Detektif Kaga yang selalu mengikuti instingnya dan memiliki masa lalu yang �kelam dan tragis� benar-benar terasa �fresh� buat gue, hampir berkebalikan dengan karakter Detektif Mitarai di �The Tokyo Zodiac Murders� yang menurut gue kurang orisinil.

Endingnya pun cukup mengena buat gue, mungkin karena cerita ini berkutat di dalam dunia penulis dan gue sendiri juga penulis (at least di blog) maka gue bisa memahami konsep yang dilakoni banget oleh sang pembunuh.

Dan judul novel ini ... gue rasa nggak ada judul yang lebih tepat bagi novel ini ketimbang �malice�. Gue merasa �bergetar� *lebay* ketika kata �malice� digunakan beberapa kali sepanjang cerita, dan emang penempatannya pas banget. Ketika Detektif Kaga mengambil kesimpulan, sebenarnya motif pembunuhan tersebut tidaklah serumit yang kita duga, namun hanyalah (kalo boleh gue ngutip bahasa novelnya): �pure, simple malice�.

Namun kalau gue bisa menunjuk beberapa kelemahan, ada beberapa fakta di belakang, saat sang detektif menguraikan deduksinya yang seolah-olah disembunyikan dari pembaca sejak awal dan baru diungkap di akhir. Ini serasa nggak adil bagi gue, terutama bila dibandingkan dengan novel �The Tokyo Zodiac Murders� yang memaparkan dengan gamblang semua faktanya agar bisa dirangkai sendiri oleh para pembacanya.

Nah, berapa gue kasih untuk cerita ini?

Penokohan

TISU TOILET BERDARAH  TISU TOILET BERDARAH  TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET 0,5 BERDARAH

Jalan cerita

TISU TOILET BERDARAH  TISU TOILET BERDARAH  TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET

Ending

TISU TOILET BERDARAH  TISU TOILET BERDARAH  TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET

Total gue kasi rata-rata 4 tisu toilet berdarah untuk novel ini.

  TISU TOILET BERDARAH  TISU TOILET BERDARAH  TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET BERDARAH TISU TOILET

Sayang sekali jika kalian kepengen baca novel ini, belum ada versi bahasa Indonesianya dan terpaksa kalian harus mencari versi e-pub-nya dalam bahasa Inggris di internet. Semoga aja ada penerbit yang tertarik menerjemahkannya ya (dan novel-novel Keigo Hirashino yang lain).