Tujuan pertama gue saat mengunjungi Bandung adalah katedralnya. Dengan mengunjungi katedral ini, berarti gue udah resmi menginjakkan kaki di keenam katedral yang ada di Jawa, mulai dari Jakarta, Bogor, Malang, Semarang, Surabaya, hingga yang terakhir di Bandung ini. Katedral Bandung ini terletak tak jauh dengan Jalan Braga dan objek2 wisata sejarah lainnya seperti Bank Indonesia, Hotel Savoy Hofman, hingga Museum KAA sehingga jelas gereja ini menjadi destinasi utama bagi gue.
Gereja Katedral Bandung ini memiliki sejarah panjang. Pada 1817, kota bandung sebagai ibu kota Karesidenan Priangan (kayak propinsi gitu ya mungkin pas zaman penjajahan Belanda) mulai ramai dan umat Katolik di sana-pun mulai berkembang. Namun karena belum ada gereja di sana, para pastornya didatangkan dari gereja Katolik pertama di Jawa Barat, yakni Cirebon. Hmm ... mungkin terbersit ya di pikiran kita, kenapa sekarang disebutnya Jawa Barat, bukan Propinsi Sunda atau Priangan saja seperti zaman kolonial. Ternyata hal ini agar tidak memupuk rasa kebanggaan berlebihan pada daerah atau sukunya alias �primordialisme�. Kalo nanti dinamakan Propinsi Sunda (gue denger pernah ada yang mengusulkan begitu), bisa2 nanti terjadi kefanatikan terhadap suku tertentu, dan ujung2nya bisa memicu perpecahan. Makanya nama2 propinsi di Indonesia lebih condong ke nama letaknya ketimbang nama asli daerah atau suku mayoritasnya (semisal Sumatra Barat bukan Minangkabau, Sumatra Utara bukan Batak dsb).
Nah balik lagi ke sejarah Katedral Bandung. Baru pada tahun 1895, didirikan gereja Katolik pertama di Bandung, yakni Gereja St. Fransiskus Regis yang menjadi cikal bakal gereja ini. Karena jumlah umat Katolik yang membludak, maka gereja kecil tersebut dipindah ke lokasinya yang sekarang dan didirikanlah Katedral St. Petrus pada 1922. Gereja ini dibangun asimetris dengan satu menara serta mengadopsi gaya neo-gotik. Gereja ini dirancang oleh arsitek Belanda bernama Wolff Schoemaker.
Ketika pertama kali menginjakkan kaki di gereja ini, gue mengikuti misa paling pagi (pukul 6 kalo nggak salah). Sialnya gue lupa kalo misa Minggu paling pagi itu biasanya nggak ada nyanyiannya. Jadilah gue musti merana menahan keinginan gue untuk mendengar alunan merdu koor Katedral Bandung ini. Uniknya lagi, gereja ini terletak di dekat rel kereta api dan gue sempet mendengar suara ribut saat satu kereta melintas di tengah misa. Namun ternyata itu sama sekali nggak menganggu kekhusukan umat yang sedang mengikuti ibadat. Wah gue jadi terkagum2.
Inilah interior gereja. Yang menarik perhatian gue adalah kaca patri bertema realis yang ada di atas altar katedral, berbeda dengan kaca patri bermotif geometris floral yang ada di altar Katedral Jakarta.
Uniknya, organ gereja ini justru diletakkan di atas balkon. Yah, ruginya sih gue jadi nggak bisa naek ke sana hiks.
Ini eksterior gereja yang megah dan tampak perkasa. Menaranya yang menjulang tinggi bagaikan sebuah pilar yang menjunjung langit. Don�t you think so?
Ini jadwal misanya.
Nggak jauh dari gereja ada taman yang sepertinya kerap jadi spot untuk mengabadikan gereja ini dari kejauhan.
Nah, itulah sekilas kemegahan gereja Katedral Bandung yang tentu bersama bangunan2 bersejarah lain di Kota Kembang ini telah menjadi saksi bisu sejarah bangsa Indonesia. Destinasi berikutnya adalah gereja yang paling kepengen gue kunjungin di Jawa, yakni Gereja St. Yusuf, Cirebon. Semoga tercapai!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar